Thursday, February 28, 2008

sakiti aku bukan dia

Doktor psikiatri itu berpesan, kalau kamu mencintai seseorang, luahkan segala yang kamu rasa tanpa sesekali pun mengharapkan cinta itu berbalasan. Apa benar pesannya itu untuk Ed? Atau selayaknya untuk aku?

"Yang boleh memenuhkan rasaku hanya Eric."
"Yang boleh mengisi jiwaku hanya Eric."
"Yang boleh mengubati lukaku hanya Eric."
"Ya, hanya Eric, dengan izin Tuhan."

Lihat dulu dalam diri, pasti kau temui kebahagiaan yang kau cari!

"Telah aku letakkan bahagia itu hanya padanya. Andai kau kata bahagia itu dalam diriku, maka ia hanya ada jika Eric juga di situ. Kerana aku mencirikan dirinya sebagai aku. Bukan sebahagian daripadaku, tapi aku seluruhnya..."

"Kepercayaan kami satu, pemikiran kami satu, nilai-nilai kami satu, kesukaan kami juga satu. Hati itu, jiwa itu... bertaut rapi. Sejauh mana aku pergi, dia tetap ada bila aku kembali. Seperti bayang-bayang? Bukan, kerana bayang akan lenyap tanpa cahaya. Seperti bayang di cermin? Bukan, kerana bayang itu hilang tanpa cerminnya."

Kalah.

Ed tidak pernah melihat aku, hanya dan hanya Eric... Duka Eric adalah hak, sedang dukaku bersyarat. Dia yang tidak pernah lekang dari sisiku, tapi hanya raganya yang kudapat, bukan hatinya. Dalam riangnya itu fikirannya menerawang merindui Eric, hatinya menangisi takdirnya tanpa Eric.

Betapa menyakitkan, bersama dewi cinta yang aku cintai setulusnya, dalam sedar bahawa hatinya bukan untuk aku. Ed terbiasa menangis di bahuku, mengadukan laranya sedang dia dalam pelukanku. Sungguh menyiksakan! Dewi itu hanya mengeluhkan Eric yang menanggung kunci kebahagiaannya tapi berterusan melukakannya.

Bodoh Eric kerana tidak mengusahakan cinta itu.
Terlebih bodoh lagi aku kerana kalah pada cinta yang tidak cuba aku usahakan.

Sewajarnya sebagai lelaki yang bermatian mencintai aku harus lakukan semuanya, mengorbankan dukaku, egoku, berusaha membahagiakan dewi cinta hatiku. Tapi dengan cara apa? Menyuruhnya meninggalkan Eric? Menyuruh Eric meninggalkannya? Jiwa yang mana satu harus aku selamatkan dulu? Ed? Eric? Eleanor? Bagaimana aku? Tidak ada pilihan waras. Selayaknya aku diam, memerhati, mendoakan, atas nama cintaku yang sebesar dunia kononnya.

Sememangnya aku diam. Aku diam menikmati tiap kali dia menangis dalam dakapanku mengadukan perihal Eric, malah mentertawakan cintanya yang keterlaluan. Dia juga menyakiti aku keterlaluan... sangat. Hatinya sering meninggalkan aku ketika aku bersamanya. Tapi aku diam, kerana aku tidak boleh mengakui kelukaan aku. Aku tidak mahu dewi cinta itu berperasaan sepertiku. Andai Ed jahanam maka aku juga bakal jahanam.

Tapi dia sememangnya sedang jahanam! Tawanya bersumberkan anti-depressant, buah pinggangnya merungut meminta simpati. Ed kembali menjalani kehidupan hampa, menghampiri mati. Aku sudah tidak mampu mengejarnya, menamparnya supaya sedar bahawa dunia ini masih menunggukan dia. Dewi cinta itu sedang dalam kelukaan, menimbunkan hatinya jauh-jauh dalam kesibukan hari-harinya.

"Untuk aku sembuh dengan sendirinya, dengan sepenuhnya, aku harus mendefinisikan semula diriku, sebagai satu, seluruhnya, tanpa Eric. Aku harus meletaknya sebagai orang lain, terpisah antara kami keduanya, kepercayaan kami, pemikiran kami, nilai-nilai kami, kesukaan kami, hati kami, jiwa kami... Kerana selagi aku tidak mengerjakan hal ini, maka selamalah aku terpaksa bergantung padanya, makanan rohaniku adalah dia, euphoria bahagiaku adalah dia!"

Atas dasar inilah aku berhenti mengejarnya, memberi ruang padanya. Jangan datang padanya! Jauh sekali sujud padanya! Biarkan dewi itu diam dalam sepinya agar dia tidak lagi melukai. Melukai orang-orang yang disayanginya, melukai hatinya sendiri. Aku tahu dia akan bertahan. Kesepian tidak akan sekali-kali membunuhnya. Aku juga berdoa agar kesepian itu tidak membunuhku.

Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan,
yang menjadikan langit dan bumi,
dengan keadaan suci lagi berserah diri,
dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik.

Sesungguhnya solatku,
ibadahku,
hidupku,
matiku,
hanya semata-mata bagi Tuhan semesta alam.

Tidak ada sekutu baginya,
demikian aku diperintahkan,
dan aku adalah termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang menyerah diri.

Kita dengan kisah cinta kita. Doa iftitah, apa pernah kita peduli?

Thursday, February 21, 2008

bukan aku yang stoned

Hoi! Aku sergah Ed. Dia tengah stoned.

Kata dulu azam tahun baru nak berkebaya, bertumit tinggi dan bersolek? Ini baju pinjam! Geloboh pulak, tudung pun komot! Kerongsang pun ala kadar... safety pin.

Apa? Safety pin? Gila stoned.

Dah beberapa minggu Ed mengadu hilang zippy di hatinya. Sememangnya dia nampak lelah, dia hidup merempat. Tumpang tidur rumah orang, tumpang pergi kerja naik kereta orang, tumpang kasih pun suami orang! Persediaan kuliahnya ibarat kais pagi makan pagi. Pun begitu, senggang masanya diisi dengan student yang silih berganti. Bukan studentnya sahaja, bahkan student orang lain. Bukan diskusi akademik sahaja, bahkan masalah cinta, keluarga, dan agama!

Hahaha! Ed dah stone-deaf, stone-blind dengan masalah dunia.

"Anatomi emosi itu adalah sebahagian daripada anatomi memori, maka keupayaan mendefinisikan perasaan datang daripada kebolehan mengimbau dan mengintepretasikan masa silam. Hanya di dalam state emosi yang tepat, (simpati atau empati, misalnya) dapat kita kumpulkan kekuatan rohani untuk membuat sebarang keputusan dan merasionalkan keputusan itu. Dengan ini, aku sedekahkan diri aku: jiwaku, fikiranku, keringatku buat semua makhluk-makhluk Tuhan asal mereka datang padaku dengan roh!"

Ha? Stoned... stoned...

Tuesday, February 19, 2008

salahkan aku

Sorry Ed, blame it on me!

As life goes on I'm starting to learn more and more about responsibility. And I realize that everything I do is affecting the people around me. So I want to take this time out to apologize for things that I've done, things that haven't occurred yet, and things that they don't want to take responsibility for.

I'm sorry for the times that I left you home
I was on the road and you were alone
I'm sorry for the times that I had to move
I'm sorry for the fact that I did not know

That you were sitting home just wishing we
Could go back to when it was just you and me
I'm sorry for the times I would neglect
I'm sorry for the times I disrespect

I'm sorry for the wrong things that I've done
I'm sorry I'm not always there for my sons
I'm sorry for the fact that I'm not aware
That you can't sleep at night when I am not there

Because I'm in the streets like everyday
I'm sorry for the things that I did not say
Like how you are the best thing in my world
And how I'm so proud to call you my girl

I understand that there's some problems
And I'm not too blind to know
All the pain you kept inside you
Even though you might not show

If I can't apologize for being wrong
Then it's just a shame on me
I'll be the reason for your pain
And you can put the blame on me

You can put the blame on me
You can put the blame on me
You can put the blame on me
You can put the blame on me

Said you can put the blame on me
Said you can put the blame on me
Said you can put the blame on me
You can put the blame on me

I'm sorry for the things that he put you through
And all the times you didn't know what to do
I'm sorry that you had to go and sell those bags
Just trying to stay busy until you heard from dad

When you would rather be home with all your kids
As one big family with love and bliss
And even though pops treated us like kings
He got a second wife and you didn't agree

He got up and left you there all alone
I'm sorry that you had to do it on your own
I'm sorry that I went and added to your grief
I'm sorry that your son was once a thief

I'm sorry that I grew up way to fast
I wish I would of listened and not be so bad
I'm sorry that your life turned out this way
I'm sorry that the feds came and took me away

I understand that there's some problems
And I'm not too blind to know
All the pain you kept inside you
Even though you might not show

If I can't apologize for being wrong
Then it's just a shame on me
I’ll be the reason for your pain
And you can put the blame on me

You can put the blame on me
You can put the blame on me
You can put the blame on me
You can put the blame on me

Said you can put the blame on me
Said you can put the blame on me
Said you can put the blame on me
You can put the blame on me

I'm sorry that it took so long to see
But they were dead wrong trying to put it on me
I'm sorry that it took so long to speak
But I was on tour with Gwen Stefani

I'm sorry for the hand that she was dealt
And for the embarrassment that she felt
She's just a little young girl trying to have fun
But daddy should of never let her out that young

I'm sorry for Club Zen getting shut down
I hope they manage better next time around
How was I to know she was underage
In a 21 and older club they say

Why doesn't anybody want to take blame
Verizon backed out disgracing my name
I'm just a singer trying to entertain
Because I love my fans I'll take that blame

Even though the blame's on you
Even though the blame's on you
Even though the blame's on you
I'll take that blame from you

And you can put that blame on me
And you can put that blame on me
You can put that blame on me
You can put that blame on me

And you can put that blame on me

And you can put that blame on me

Monday, February 18, 2008

dukanya bukan dukaku

Ada satu bukit rumput di pedalaman Universiti Ed, yang mana pada puncak bukit ini tertanam sebatang pokok rendang yang agak tua usianya. Bukit ini pernah menjadi sejarah iklan Salem High Country yang ditayangkan di peti televisyen sewaktu aku di zaman anak-anak. Tiap kali Ed dan aku melewati jalan itu, dia akan katakan padaku,

"Art, aku teringin nak make love dalam telanjang bulat, waktu matahari naik segalah, di bawah pokok bukit sana!"

Dan tiap kali juga jawapanku pendek, esok!

Aku tak pernah jemu memikirkan contigency plan untuk mini dramanya itu. Katakuncinya adalah seks, siang, dan telanjang! Debar-debar takut kena tangkap sebab setting masanya hampir ke tengahari buta, juga debar-debar malu bertelanjang, al-maklumlah aku tidaklah sesasa mana.

Tadi juga dia bertanyakan soalan yang sama, sedang kami dalam perjalanan menuju ke Fakulti Perubatan. Bezanya kali ini aku tak mampu menjawab apa-apa. Hatiku penuh gelisah dan keluh kesah. Duka Ed membawa kami kembali berdiri di depan pintu doktor psikiatri fakulti itu. Ed cuba untuk senyum tapi kelat. Di tangan kirinya juga tergenggam ubat.

Antidepressant!

Thursday, February 14, 2008

valentine aku

Hari ini aku persembahkan cinta buat awek-awek aku:

cinta romantik buat Ed,
cinta platonik buat Andong,
cinta erotik buat Eleanor.

Juga sedikit pesanan untuk penganut-penganut cinta anak anjing (puppy love):

kalau kau seorang manusia,
setialah pada sahabatmu.

kalau kau seekor anjing,
setialah pada tuanmu!

Wednesday, February 13, 2008

bukan pasal aku

"Bai, blog lu bukan pasal awek lu... atau awek-awek lu lagi. Lu dah gila publisiti!"

Hahaha. Barangkali agaknya.

Intermission perihal cinta Ed, Eric and 143 (kalau bukan Eric, Eleanor, 143 and Ed) ini ternyata memberi kesan songsang pada aku. Meski belum sah noktahnya, aku lebih bertenang, mungkin kerana Ed juga lebih bertenang. Ed mula melepak dengan mantan-mantan kuliahnya di Michigan Tech, menonton futsal peguamnya (hahaha akan aku kupaskan hal ini kemudian), dan juga bersenang-senang dengan aktiviti seni aku (meski dia kutinggalkan kala aku bermaskara).

"Bai, lu cakap lu cinta? Tapi lu double-standard!"

Hahaha. Bukan! Bukan!

Cukup aku tergugat di hadrat mat-mat yuppie*, bagaimana kalau aku juga tergugat dek penggiat dan pencinta seni?

*young urban professionals seperti Eric tapi bukan aku.

Monday, February 4, 2008

maskara dan aku

Kata Ed,

"Tak berat ungkapkan cinta. Tak juga sulit mengaku cinta. Tapi mengapa terlebih berat dan terlalu sulit menerima dan mempercayai cinta?"

Argh, pegi jahanam!

Aku menghadirkan diri bertemu Sindiket Sol-jah dengan kawan-kawan yang mereka suka. Aku datang dengan hati yang kosong, aku tidak ingin bercakap, aku hanya mahu bersila sambil tutup mata tersandar ke dinding.

Aku hanya mahu menjadi aku, sendirian dalam hingar meraikan seni!