Tuesday, September 6, 2011

iris

...

Aku kilaskan tangannya ke sisi dan aku kalihkan kepalanya jatuh dari pangku. Aku tampungkan leher jinjang dan betis bunting padinya, pertama pada kuda-kuda dan kemudian pada lengan aku.

Ah, Iris. Andai mampu aku talkinkan cinta, pasti lumat aku ceraikan juzuknya.

Aku rebahkan Iris di meja lukis. Aku kucup wajahnya berlama-lama antara hidung dan mata. Inilah hidung, inilah mata, seri dewi malam yang tercemar maruah, lemah rohani dan jasmaninya, berkerasan akalnya menghindar cinta.

Perlahan aku lurutkan jasadnya telanjang. Aku sisirkan ikal mayang rambutnya, aku silangkan tangannya ke dada. Aku mula selongkar tin-tin cat dan kemudian itu dengan segera aku mencampur warna. Kejur jemari aku mengepit berus dengan penuh taksub.

Kau pasti suka, Iris!

Akan aku lukiskan kembang teratai di sisi telingamu, meneduh koi yang mencumbu ulas bibirmu. Agar kau meyakini cinta, berahi yang bergenangan mendasari hati.

Akan aku lukiskan Seri Gumum, naga dari Chini itu, melingkar dari pundak lurut ke lurah susumu. Agar kau mendakap sejahtera, aman dipeluk maha cinta aku.

Akan aku lukiskan cangkerang lutsinar, moluskus dan krustasia, menggalas empuk pinggulmu. Agar kau menyirna ragu, lantas tetap letak dudukmu menerima aku.

Bancuhan rufi dan erimin yang aku mesrakan buatnya masih berbaki. Aku tautkan bibir aku tepat-tepat pada bibir gelas itu, mengangankan dirinya yang kelak aku sucikan segala keji dan cela. Besar hati aku dapat berkongsikan barbiturat yang menenteramkan aku selama ini.

Dan untuk aku rapikan terakhir kali, aku catkan merah tumitnya yang merekah, agar maujud perawan kakinya. Persis dewi kayangan menanti dipuspakan.

Aku mencintai kau separuh mati, Iris. Roh aku tidak lagi sudi mendiami jasad bisu ini, melainkan bersatu denganmu, mencegamu daripada lelaki-lelaki yang penuh khianat dan muslihat. Hanya dengan mematikan kamu, maka dapat aku sendiri mati seluruhnya.

Aku tekapkan plastik ke mukanya. Seberapa lama hinggakan ombak di dadanya semakin menyusut dan akhirnya pegun. Berimanlah kepada aku, Iris. Cinta adalah fatamorgama semata-mata. Hulurkan tanganmu, bukakan hatimu, bebaskan sengsara yang terpenjara di dalamnya.

Yang abadi itu hanya kau dan aku.